Pengusaha dan YouTuber Dr. Indrawan Nugroho menceritakan di podcast miliknya bahwa brand-brand fast food lokal di China saat ini sedang getol melawan dominasi brand global macam KFC, McDonalds dan Starbucks.
Brand lokal di China memang tengah bangkit dan berbagai macam taktik dan kekuatan digunakan demi bisa mengungguli brand global.
Menariknya, di antara taktik dan kekuatan yang digunakan para brand lokal itu jarang dipertimbangkan oleh para pengusaha kita.
Seperti diketahui, brand-brand global berbondong-bondong masuk China setelah pemimpin Deng Xiaoping mereformasi ekonomi Negeri Tirai Bambu.
Sektor bisnis, termasuk fast food diawali oleh KFC yang membuka gerai pertama di Beijing tahun 1987. Selanjutnya, McDonald’s menyusul masuk China tahun 1990 dengan gerai pertamanya di Dongmen, Shenzhen pada bulan Oktober 1990.
Saat itu, masyarakat China mulai tertarik dengan gaya hidup Barat sehingga bisnis fast food pun tumbuh pesat di China. Di China, KFC sudah mencapai 10.000 gerai. Itu artinya dua kali lipat lebih banyak dari jumlah gerai di Amerika Serikat.
Di tahun 2016, KFC China sudah memisahkan diri dari perusahaan induknya yang kemudian dikelola oleh Yum China.
[irp]
Starbucks juga dibilang sangat berkembang hingga punya 7.000 kedai kopi, serta McDonald’s yang memiliki 6.000 restoran di seluruh negeri. Mereka punya modal besar dan reputasi internasional sehingga mampu mendominasi pasar fast food di China.
“Sukses itu memang tidak terlepas juga dari gaya hidup modern yang mereka bawa dan tularkan serta menarik bagi warga Tiongkok akhir-akhir ini. Brand-brand global itu dilawan oleh brand-brand lokal yang mulai bangkit di antaranya Tustian yang menawarkan hamburger isian khas China seperti bebek peking dan mapo tofu,” kata Indrawan Nugroho.
Cerita Sukses Tastien
Menurutnya, dalam 6 bulan terakhir, Tastien sudah menambah 1.600 gerai baru sehingga seluruh gerainya mencapai 7.000 gerai.
Merek burger lokal lainnya adalah Wallace yang sudah punya 20.000 gerai di seluruh daratan China.
Brand lokal di China yang mirip KFC adalah Dicos yang terkenal dengan ayam goreng dan nasi gorengnya. Dicos sudah punya 2.000 gerai.
Sedangkan penantang Starbucks adalah Cotti Coffee yang memiliki 1.300 gerai hingga Maret 2023 dan target ada 20.000 gerai di akhir tahun 2025.
Pemain lama dalam bisnis kopi Tiongkok yaitu Luckin Coffee yang telah membuka 8.000 gerai baru pada tahun 2023.
Sementara itu, MXBC yang menjual bubble tea sudah punya 36.000 gerai. Itu tidak hanya tumbuh di China karena mereka sekarang sudah merambah berbagai negara setelah banyak investor luar yang tertarik hasilnya.
MXBC sukses meraup keuntungan besersih sebesar 2,5 miliar Yuan atau sekitar USD350 juta dalam 9 bulan pertama di tahun 2023.
“Kebangkitan brand-brand lokal Tiongkok menunjukkan bahwa minat konsumen lokal terhadap merek-merek asing mulai berkurang dan sekaligus mengikis dominasi brand-brand fast food Global,” tutur Indrawan Nugroho.
[irp]

Dampak kebangkitan brand lokal, di kuartal pertama 2024, penjualan Starbuck di Tiongkok turun 8 persen. Begitu juga Yum China, brand yang menaungi KFC dan Pizza Hut mengalami penurunan sampai 3 persen.
Mengapa merek lokal makanan siap saji di China bisa populer dan tumbuh dengan cepat?
Menurut Indrawan Nugroho, alasan pertama adalah karena mereka menerapkan strategi harga murah.
Strategi itu jitu diterapkan manakala kondisi ekonomi terasa semakin sulit sehingga konsumen lebih memilih merek yang terjangkau, misalnya seperti Luckin Coffee harganya Cuma sepertiga dari harga minuman sejenis di Starbucks atau MXBC. Cotti juga menawarkan harga sangat murah.
Alasan yang kedua, lokasi tempat brand lokal berjualan. Banyak brand lokal muncul dari kota-kota kecil dan bukan kota besar.
Tastien juga didirikan di Nancheng, sebuah pusat kereta api di pedalaman, yang juga dianggap sebagai kota tier 2.
Pesaing brand lokal China dari barat biasanya mengabaikan tempat-tempat terpencil sehingga kota-kota kecil itu dimanfaatkan oleh brand lokal untuk berekspansi.
[irp]

“Starbucks misalnya, dalam 2 tahun terakhir tidak memperluas jaringan mereka sampai ke kota-kota kecil. Dengan begitu, tidak heran kalau hampir setengah dari gerai Tustian berada di kota-kota tier 2 dan bahkan tier 3,” ungkap Indrawan Nugroho.
Begitu juga Luckin Coffee punya pertumbuhan cepat akibat didorong ekspansi di kota-kota yang lebih kecil. Keberadaan brand lokal China di kota-kota kecil itu sekaligus memanfaatkan sentimen konsumen yang optimistis.
“Hasil riset Mckinsey menyebutkan orang-orang berusia 30 yang tinggal di kota-kota kecil lebih optimis tentang masa depan mereka dibandingkan mereka yang tinggal di kota-kota besar,” kata dia.
Selain itu, di pesisir penduduk kota-kota kecil juga menghabiskan lebih banyak uang untuk makan di luar membeli kosmetik dan pakaian olahraga jika dibanding dengan penduduk kota-kota besar.
Pentingnya menjaga keaslian rasa lokal untuk membangkitkan rasa kebanggaan budaya China seperti peking duck adalah hidangan tradisional yang sangat dihargai di Tiongkok
Sehingga, ketika Tastien mengemasnya dalam burger mampu menghadirkan suatu kebanggaan tersendiri bagi warga lokal.
Di luar itu semua, ada satu faktor yang turut mendongkrak popularitas brand lokal Cina, ini faktor yang bisa jadi jarang diperhitungkan para pengusaha, yaitu nasionalisme orang-orang di negeri China sedang bangkit.
Rasa nasionalisme dan kebanggaan sebagai warga China bisa bangga dengan produk buatan dalam negerinya dan sekaligus menghargai budaya mereka.
Kebangkitan itu dipicu oleh pergerakan budaya masyarakat dan dukungan pemerintahnya. China setelah revolusi kebudayaan di tahun 1966 hingga 1976, berusaha melepaskan diri dari tradisi-tradisi lama dan berlanjut dengan reformasi pasar pada tahun 1979. (*)